Tafsir Cinta Buya Hamka



" Tulislah apa yang dilihat,didengar,dan dirasakan lalu tambahkan referensi bacaan" 
Buya Hamka

    Sudah lama tidak menulis di blog, terhitung dari pertengahan Agustus terakhir memposting. PPG ( Pendidikan Profesi Guru) menjadi dunia baru yang menghiasi kegiatanku sehari-hari sehingga belum sempat untuk menuliskan hal-hal yang receh hingga penting. Kutipan diatas saya dapat setelah menonton film berjudul "Hamka dan Siti Raham Vol 2". Film yang menceritakan mengenai perjuangan Buya Hamka tokoh dari Sumatra Barat yang sangat loyal dan kritis terhadap apapun. Didalam film tersebut banyak pesan yang dapat diambil salah satunya adalah kedewasaan seorang istri untuk mendukung segala aktivitas suaminya dengan mengatakan "Ikuti hati nurani dan  tegakkan kalimat tauhid di kehidupan". Seorang istri yang berbakti dan hanya memiliki tujuan mencari ridho Allah dengan wasilah membersamai suami. Hingga dalam keadaan sakitnya pun ditahun 1972 tetap selalu berpesan kepada Buya Hamka untuk menjaga pola makan dan minum dan istirahat yang cukup. Seorang istri yang ketika Buya Hamka dihadapkan sebuah pilihan untuk keluar dari instansi Kementrian Agama sebagai pegawai negeri pada waktu itu atau tetap didalamnya tetapi kekritisannya terkungkung. Lalu jawab sang istri " Tetaplah menjadi Buya Hamka, Ikuti Hati Nurani. Memang menjadi pegawai menjadikan keluarga kita berkecukupan, tetapi ketika aku melihat wajahmu, aku melihat kemiskinan didalam hatimu". 
    
    Sebelum film berlangsung penulis mendapatkan pertanyaan dari teman dari Surabaya yang kebetulan jurusan hukum. Bagi laki-laki, memutuskan satu perempuan untuk dinikahi itu bagaimana ? Memang cinta atau hanya sebagai kebutuhan melanjutkan hidup? Pertanyaan yang luarbiasa menguras isi pikiran. Pertanyaan yang jika dijawab mungkin tidak akan pernah memuaskan penanya, karena terkait masalah cinta itu adalah hal yang luas dan sedalam samudra. Bahkan semakin cinta itu dijabarkan maka semakin buram maknanya. Penulis sekarang masih dibioskop untuk menunggu film kedua, tepat didepan penulis ada sepasang kekasih yang sedang berfoto ria mengabadikan momen. Apakah berfoto ria tersebut dapat dianggap sebagai bentuk cinta atau sebagai kebutuhan hidup di era narsisme ini? Penulis juga termasuk golongan generasi yang narsisme, karena segala hal menuntut untuk diposting sebagai tanda keberadaaan hidup. Bahkan segala kegiatan sekarang ini kurang rasanya jika tidak diposting termasuk cinta. 

    Bagi penulis di umur sekarang ini, anggap saja sebagai hipotesis sementara mengenai cinta. Memutuskan satu perempuan untuk dinikahi itu adalah hal yang sangat penting. Karena hal tersebut mempengaruhi tujuan hidup, cara berpikir, dan tingkah laku kita kedepannya. Oleh karena itu ketika memutuskan hal yang sangat penting itu, tentu pertimbangan dan referensi menjadi ukuran. Pertimbangan, apakah dengan bersama dia kita bisa menerima segala kelebihan dan termasuk kurangnya ? Apakah dengan bersama dia kita menjadi manusia yang bertumbuh ke arah yang lebih baik ?  Apakah dengan bersama dia, keluarga kita mencintai dia serta sebaliknya dia mencintai keluarga kita ? Itu diantara pertimbangan seorang lelaki khususnya penulis. Walaupun ada idiom yang mengatakan bahwa cinta itu buta, cinta itu tak butuh alasan, cinta itu tidak bisa dilogikakan.Tetapi untuk era sekarang penulis rasa, sangat sulit mempratikkan idiom tersebut, karena keberlimpahan pilihan dan kemudahan akses yang membuat manusia tidak akan pernah puas dengan keinginannya. Walaupun kita juga harus pegang sebagaimana kata Quraish Shihab bahwa " Jika kita mencintai seseorang jangan cari pembenaran diakal maka pasti tidak akan ketemu pasti akan ada terus tidak cocoknya, cari pembenaran itu dengarkan hati" . Oleh karena itu untuk menjawab pertanyaan pertama manusia disuruh untuk berusaha semampunya dan berdoa, anggap saja pertimbangan tersebut sebagai usaha untuk langkah awal untuk membawa kekasih kita ke jenjang berikutnya yakni pernikahan, setelah itu dengarkan kecenderungan hati. Dan yang perlu digarisbawahi bahwa menikah adalah ibadah terindah sekaligus terberat didalam hidup. Terindahnya adalah kita bisa bersama-sama bertumbuh dalam ketaatan kepada Allah SWT, menebarkan kebaikan didalam lingkup keluarga maupun sekeliling kita. Terberatnya adalah disana pasti banyak sarang ujian yang membutuhkan iman, sabar, dan syukur kita didalamnya. 

    Mama penulis berpesan, segala yang kamu pilih maka tanggung jawablah sampai akhir, terima segala resikonya, ikat kuat-kuat hubungan tersebut walau banyak badai menghadang. Apa yang kita pilih gandenglah sampai surga. Memang banyak orang yang tak tahan dengan ujian, tetapi selalu ingat Allah akan selalu membantu kita.

    Untuk pertanyaan kedua ,kita akan sambung dilain kesempatan karena baterai laptop mau habis. Tetapi hari ini penulis cukup senang karena sudah mendapatkan 2 tanda tangan untuk maju sidang tesis. Semoga dilancarkan oleh Allah SWT sampai sidang dan ilmunya bermanfaat luas kelak. Oh ya kira-kira 1 bulan lalu Pa Da'il Ma'ruf juga menchallenge penulis untuk membuat kisah mengenai PPG. InsyaAllah setelah UP tanggal 9 bulan Februari nanti kita akan menuliskan hal tersebut. Selamat untuk golongan K1 PAI yang sudah pengumuman dan lulus. Semoga selalu produktif dan tidak berhenti di PPG sebagai manusia pembelajar sepanjang hayat.  
       

Komentar

Posting Komentar