Semua Anak Itu Istimewa

 

        Besok Jum'at 23 Juni 2023 adalah pembagian rapot SMA Negeri 1 Rantau. Beberapa hari lalu seluruh guru sibuk untuk melakukan pengolahan nilai hasil dari pembelajaran selama 2 semester ini. Terutama wali kelas pastinya sangat sibuk disamping mengolah nilai, dan mengprint nilai, mereka semua menjadi garda terdepan untuk melakukan pembelaan terhadap peserta didiknya jika ada yang bermasalah dalam hal kehadiran beserta nilainya.

      Pembagian rapot bagi penulis bukan semata-mata terkait nilai angka semata. Lebih daripada itu bahwa apakah pendidikan selama semester itu dapat mereka aplikasikan di kehidupan nyata ? Apakah ilmu yang mereka dapatkan bisa bermanfaat bagi diri dan sekitarnya ?  Entah dimulai sejak kapan nilai angka itu dipopulerkan sehingga orangtua lebih fokus kepada nilai angka yang mati tersebut. Terkadang jika nilai anaknya rendah maka ia akan memarahi anaknya bahkan mengucilkan anaknya di keluarga.

        Padahal kita mengetahui bahwa manusia itu dinamis, bukan statis. Manusia itu bukan angka yang mati. Sebagaimana iman yang kadang naik dan kadang turun. Maka dari pada itu peran pendidikan adalah bagaimana membuat anak ini cenderung kepada iman yang naik, cenderung membuat anak percaya diri dengan dirinya, cenderung punya jiwa pembelajar sepanjang hayat. 

     Penulis adalah guru muda yang belum profesional. Penulis termasuk yang masih penasaran mengenai arah pendidikan. Orang muda tentu tidak terlalu cenderung menyukai hal-hal yang bersifat formalitas. Oleh karena itu didalam jiwa muda sebenarnya membutuhkan teladan yang dapat menginspirasi dalam hal subtansi atau maknawi.

        Makna rapot pada era sekarang adalah  bahan refleksi mengenai pembelajaran. Bukan hanya untuk peserta didik tetapi juga untuk guru bahkan orangtua. Kita mengetahui bahwa sentral pendidikan itu ada 3 yakni rumah, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan bukan semata-mata hanya kegiatan disekolah, tetapi harus terintegrasi didalam 3 sentra tersebut.

        Rumah harus menjadi tempat dasar pendidikan bagi anak. Pendidikan bukan hanya sekedar mengerjakan PR dari sekolah saja tetapi membangun pemikiran beserta tindakan agar bertumbuhnya jiwa belajar. Bagaimanapun juga seperti kata Nabi Muhammad SAW " Rumahku adalah surgaku". Jika kita tarik kepada dunia pendidikan, bagaimana orangtua bisa menjadikan rumahnya surga pendidikan bagi anaknya. Bagaimanakah menjadikan rumah sebagai surga pendidikan ?

        1. Orangtua Peneliti

            Sebagaimana peneliti pada umumnya adalah mengamati, maka orangtua harus mengamati hobi, minat, kebiasaan , gaya belajar dari anaknya. Setelah melakukan pengamatan dilakukan analisis untuk menyalurkan kegiatan pendidikan anak tersebut sesuai dengan kemampuannya. Bukan untuk melakukan pemaksaan kehendak. Kalaupun ingin memberikan masukan-masukan untuk karir kedepan anak itu silahkan saja, tetapi utamakan dialog. Karena pada dasarnya anak yang diciptakan di muka bumi ini pasti memiliki keunikannya tersendiri.

        2. Orangtua Fasilitator

           Setelah mengetahui apa saja kelebihan dari anak kita, orangtua dapat berkonsultasi dengan pihak yang dirasa kompeten dalam bidang yang anak minati baik akademik maupun hobi. Jika disekolah orangtua idealnya aktif menyampaikan kelebihan serta kekurangan anaknya kepada Guru BK atau wali kelasnya agar sekolah dapat memberikan intervensi yang tepat kepada anak tersebut. Orangtua disini harus juga banyak belajar mengenai mengenal kepribadian anak.

        3. Orangtua Spiritual

             Tentu kita berharap anak bukan hanya pintar dalam hal akademik, prestasi, tetapi juga harus beriman kepada Allah SWT. Oleh karena itu orangtua harus menciptakan ekosistem di rumah yang hangat terkait bidang spiritual. Spiritual ini meliputi hubungan dengan Tuhannya, dan hubungan dengan manusia lainnya. Contoh spiritual dengan Tuhannya jika agamanya Islam maka orangtua sesibuk apapun harus membiaskan shalat berjamaah bersama keluarganya, mengaji bersama, dan kegiatan lainnya yang dapat menghidupkan nilai-nilai agama di dalam rumahnya.

                Sehingga bukan hanya ketika disekolah dilakukan intervensi ibadah tetapi dirumah pun juga dilakukan begitu, agar sekolah tidak menjadi tembok pembatas bagi rumah. Disini perlu kerjasama yang intens bersama orangtua.

            Hubungan dengan manusia pun juga harus dibangun oleh keluarga dengan mengajarkan apa yang etis dan apa yang tidak etis dilakukan ketika berinteraksi dengan sesama. Intinya adalah mengajarkan kepada si anak batasan-batasan dalam kesepakatan masyarakat dan tentunya adalah norma agama.

         4. Orangtua Friendly

                Tentu di tahap remaja sekitar umur 15 hingga 20 tahun idealnya orangtua harus mengetahui siapa saja yang termasuk lingkaran pertemanan dari si anak. Karena seperti perkataan Gus Ali Sidoarjo bahwa pertemanan itu memberikan pengaruh yang besar bagi tumbuh kembang anak dibandingkan pendidikan. Maka orangtua dituntut untuk selalu bisa mengarahkan pertemanan si anak dengan menjadi orangtua yang firendly dan tentunya membimbing ke arah yang baik dan benar.

                 Oleh karena itu orangtua juga harus bersikap tegas sekaligus lembut dalam hal ini. Dengan memperbanyak interaksi dan kegiatan bersama si anak agar anak tidak mencari hal yang hilang diluar dari rumahnya. Entah mengajak si anak piknik ketempat yang ia sukai, atau sekedar menjadi pendengar yang baik bagi si anak, atau melakukan kegiatan selama 1 hari tanpa handphone yang fokus kepada kegiatan keluarga tersebut.

            Menjadi friendly bukan menjadikan anak menjadi manja dengan menuruti apapun yang ia mau, tetapi bagaimana seorang orangtua bisa memberikan kepada anak sesuatu sesuai dengan kebutuhannya dengan tepat. Tentu menjadi orangtua adalah suatu perjalanan belajar yang panjang hingga kita bisa melihat anak-anak sukses secara finansial terlebih bisa sukses dalam hal berbakti kepada orangtua dan ilmunya membawa kepada kedekatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. 

        Dari 4 hal singkat ini penulis memberikan pesan kepada orangtua yang membaca tulisan ini bahwa kita harus menyadari bahwa pendidikan anak bukan hanya pekerjaan sekolah tetapi perlu kerjasama yang intens dalam membangun jiwa pembelajar kepada anak. Oleh karena itu hasil yang didapat anak besok entah baik atau kurang baik, jangan menyalahkan 100 % kepada anak barangkali kita yang kurang memberikan perhatian pendidikan kepada anak tersebut.

         Memberikan perhatian pendidikan bukan hanya sekedar memberi si anak uang jajan untuk kesekolah, atau hanya membelikan atribut sekolah dan semacamnya tetapi lebih daripada itu memberikan perhatian pendidikan  yang membuat si anak dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai alternatif solusi untuk dirinya, dan sekitarnya. Serta mampu merdeka terhadap dirinya dengan salahsatu indikator dia cerdas mengatur dirinya.

            Oleh karena itu dialog secara intens antara anak dan orangtua harus dilakukan. Karena kita juga harus mengetahui bahwa setiap anak itu istimewa. Maka sebagai orangtua, guru harus menemukan keistimewaannya tersebut dan memfasilitasi keistimewaannya tersebut. Tentu kita harus meyakini bahwa membangun kerangka  pendidikan kepada si anak ini bukan seperti membangun bangunan yang dalam 3 -4 bulan langsung jadi, tetapi ini adalah proses yang panjang yang bisa terlihat 10 hingga 15 tahun yang akan datang.  

        Dan yang perlu kita tumbuhkan disini adalah keaktifan dari orangtua yang selalu juga berkomunikasi dengan guru ataupun guru BK agar kita semua mengetahui latar belakang dari peserta didik tersebut dan sekolah berusaha mengarahkan sesuai dengan bakat yang ia punya. Jadi sudah saatnya menghilangkan stigma BK sebagai tempat yang bermasalah tetapi adalah sebagai tempat surga untuk bertumbuhnya peserta didik kearah yang lebih baik. Yuk miliki jiwa pembelajar sepanjang hayat.

Komentar

Posting Komentar