"Pendidikan bukanlah menabur benih pada dirimu, melainkan menumbuhkan benih-benih yang ada dalam dirimu"
(Jalaluddin Rumi)
Alhamdulilah hari ini masih bisa tetap menulis. Menulis itu mudah bagi yang mau memulainya. Sebagaimana makanan dibutuhkan oleh kita dalam keseharian, begitu juga membaca dan menulis harusnya menjadi suatu kebutuhan bagi yang memilih profesi guru untuk sebagai jalan pengabdiannya. Betapa tidak, banyaknya problematika pendidikan saat ini tanpa banyak membaca dan melakukan refleksi maka pendidikan tidak akan pernah berkualitas.
Hari minggu adalah waktu yang tepat untuk melakukan refleksi aktivitas pada hari-hari sebelumnya. Apalagi dizaman yang menuntut kecakapan teknologi sekarang ini, agar peran guru tidak digantikan maka refleksi menjadi sarananya. Karena yang membedakan kita dengan teknologi adalah perkara afeksi atau sederhananya adalah hati.
Bagaimana kita harus memiliki empati terhadap peserta didik, memiliki kelapangan hati jikalau mendapatkan kritikan. Sebagaimana analogi berikut jikalau ada hewan yang sangat beracun di tubuh kita lalu ada teman kita yang menegur atau mengingatkan maka kita akan menyingkirkan hewan tersebut dan berterimakasih kepadanya. Begitu juga ketika kita dikritik dan diberi saran oleh orang lainnya mengenai pembelajaran, metode, dan yang terkait pada profesi guru harusnya kita berterimakasih, dan fokus meningkatkan hal-hal yang dirasa kurang.
Penulis dari semester 1 kemarin setiap melakukan assement sumatif , selalu menyisipkan pertanyaan kepada peserta didik mengenai " Berikan saran Anda terkait proses belajar mengajar PAI di semester selanjutnya ?" Pada semester 1 kemarin penulis simpulkan saran yang diberikan oleh peserta didik diantaranya adalah ;
1. Kalau bisa ada tugas individual, karena bosan jika tugas berkelompok terus.
2. Jangan jarang masuk.
3. Perbanyak lagi sholawatnya,karena itu mengasyikan
Akhirnya penulis pada semester 2 melayani saran tersebut dalam proses pembelajaran. Dengan menyeimbangkan tugas kelompok dengan tugas individu. Alasan penulis waktu semester 1 full melakukan tugas kelompok adalah mereka sebelumnya pada masa pandemi melakukan banyak hal dengan individual, dan disatu sisi kurangnya keakraban dan kerjasama diantara mereka, oleh karena itu pilihan tugas kelompok adalah untuk mengaktifkan interaksi sesama mereka dan memberikan pengalaman bersosialisasi.
Lalu hasil refleksi mengenai jarang masuk mulai menjadi perhatian utama penulis. Penulis pada semester 2 ketika tidak ada urusan yang darurat maka yang utama adalah mengajar, Alhamdulilah penulis pada semester 2 ini lebih sering masuk pembelajaran. Karena pada semester 1, penulis masih adaptasi ketika ditunjuk menjadi Wakil Kepala Sekolah Sarana dan Prasarana. Dan banyaknya rapat dadakan oleh sekolah seperti rapat tim disiplin, dan lain-lain.
Pada assement sumatif semester 2 ini penulis sampaikan lagi pertanyaan tersebut kepada peserta didik, diantara sarannya yang penulis simpulkan adalah
1. Mengurangi tugas video , dan memperbanyak tugas yang bersifat individual.
2. Kalau bisa tidak ada pekerjaan rumah, karena mata pelajaran lain juga banyak.
Hari Kamis yang lalu pun ketika penulis berbincang dengan Kepala Sekolah, beliau juga mengatakan bahwa penulis terlalu banyak memberi tugas. Dan ini menjadi catatan penulis untuk pembelajaran yang akan mendatang.
Berikut beberapa hasil nyata refleksi yang berbuah peningkatan pengajaran ;
Refleksi adalah bentuk pelayanan kita terhadap peserta didik. Dengan membuka ruang saran dan kritik kita telah melakukan pembelajaran berbasis peserta didik (Student Oriented). Penulis sendiri berusaha untuk memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik. Walaupun kita juga harus memahami bahwa pendidikan itu harus dilakukan di 3 sentral yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Sebagaimana didalam buku Pendidikan yang Berkebudayaan karya Yudi Latif pada halaman 139 bahwa tugas guru bukanlah memaksakan sesuatu pada anak, melainkan menuntun mengeluarkan potensi-potensi bawaan anak agar bertumbuh. Kerja mendidik bukanlah mengajar melainkan menuntun. Harus lebih banyak ruang untuk menuntut anak secara individual karena setiap orang memiliki keistimewaan kecerdasannya masing-masing.
Kita bukan hidup dizaman feodal yang dimana semua orang harus menurut tanpa terbuka pintu saran dan kritik. Kita hidup di era keterbukaan tetapi sebagaimana perkataan Ki Hajar Dewantara bahwa demokrasi harus memiliki batas, tidak hanya batas yang muncul dari prinsip keteraturan dan kemanusiaan, tetapi juga untuk membantu rakyat (peserta didik) mampu mengatasi unsur-unsur dalam kehidupan mereka yang mengarah pada egoisme dan kekacauan.
Pendidikan adalah proses belajar memanusiakan manusia dengan menjadikan peningkatan integritas (keutuhan) kemanusiaan yang berkeadaban sebagai ukurannya. Adapun keutuhan manusia bisa didekati jika manusia sanggup mengembangkan olah pikir, olah rasa, olah raga, dan olah karya.
Pada halaman 145 dijelaskan bahwa olah pikir membuahkan pengetahuan, pendidikan, filsafat. Olah rasa membuahkan keindahan, keluhuran batin, seni, budi pekerti, solidaritas sosial, nasionalisme, spritualitas, dan rasa keadilan. Olah karsa membuahkan kreativitas yang menimbulkan perbuatan dan buatan manusia. Olah raga membuahkan kesehatan, ketahanan, sportivitas, dan ketangkasan fisik.
Semoga kita selalu dapat berefleksi untuk peningkatan kualitas kompetensi diri dan mampu berkontribusi lebih banyak untuk pendidikan. Serta selalu memiliki jiwa pembelajar sepanjang hayat. Yuk mulai berefleksi.
Sangat bagus yang dilakukan Bapak,saya juga sering melakukan,tanpa anak2 memberi nama, supaya mereka lebih leluasa memberikan saran dan apa yg mereka mau,dan kadang saya iseng juga siapa guru idola kamu,dan guru yg tidak kamu suka dan berikan alasan.Sehingga saya bisa evaluasi diri dan belajar dari guru yg mereka sukai,dan Alhamdulillah hampir gak ada yg benci sama saya, paling rata2 agak ngeluh ttg tugas yg agak banyak.Sukses selalu Pak
BalasHapusSiapp ibuu...semoga selalu istiqomah kita semua meningkatkan kualitas pembelajaran ya buu..hihii
HapusOk.Siap.InsyaAllah
Hapus