Merayakan Kebiasaan Guru Menulis

 



        Sejak jam 13.58 WITA hingga 20.00 WITA dengan jeda shalat, penulis menuntaskan membaca sebuah buku Merayakan Iman Bersama dengan Menyenangkan dan Penuh Kasih Sayang karya Fariz Alnizar. Baru kali ini penulis membaca buku selalu dibuat penasaran untuk meneruskan tiap lembarannya hingga tuntas dalam sehari. Tulisan yang renyah dan mudah dipahami menemani waktu penulis hari ini. Penulis buku tersebut ternyata juga lulusan satu almamater universitas yakni Universitas Sunan Ampel Surabaya. 

            Ciri khas tulisannya terlihat sangat Jawa Timuran yang simple tanpa basa basi. Penulis pun mendapatkan inspirasi dari buku ini mengenai dunia menulis. Bahwa semua ulama pasti mengalami fase dalam hidupnya berupa perdebatan. Perdebatan adalah hal biasa dikalangan akademisi, tetapi di buku ini disajikan bahwa betapa sengitnya perdebatan tersebut mereka karyakan dalam bentuk sebuah tulisan. Sebagaimana ketika Imam Al Ghazali menumpahkan kritiknya terhadap filsafat dengan menulis sebuah karya berjudul Tahafutul Falasifah. Akhirnya buku tersebut dijawab dengan tidak kalah tajam oleh Ibnu Rusyd Al-Andaluys dengan judul Tahafutut Tahafut yang berarti kerancuan di atas kerancuan.
        
            Lalu di buku ini diceritakan juga mengenai perdebatan ulama nusantara yakni KH. Hasyim Asyari yang berdebat dengan Kiai Faqih Maskumambang Gresik tentang hukum penggunaan ketongan untuk menandakan masuknya waktu shalat. Kiai Hasyim Asyari menulis karya berjudul Ar-risalah al-Musamma bil Jasus fi bayani Hukmin Nuqus. Kiai Faqih pun membalas berupa tulisan argumentasi yang sistematis juga yang dijadikan pijakan hukum mengapa kentongan boleh dipakai untuk memanggil orang shalat.
  
              Dari hal diatas kita melihat sesibuk-sibuknya ulama ,mereka tetap menulis , tetap bekarya untuk menjadi pegangan bagi keluarganya terlebih-lebih umat Rasulullah SAW. Jadi tidak alasan sibuk untuk tidak menulis. Apalagi jika disandangkan profesi itu adalah guru. Karena guru disamping mengajar dan mendidik, ia juga sebagai peneliti. Guru adalah pembawa panji perubahan sosial ke arah yang lebih baik.  Bahkan berkat tulisannya, nama dan nilai-nilai yang diperjuangkan akan abadi lintas zaman. Untuk memulai menulis, tulislah mengenai keseharian kita beserta pesan-pesan yang ingin disampaikan terkait aktivitas keseharian kita.

                Ketika kemandekan ide menulis terjadi mungkin kita bisa meniru metode Umar bin Bahr al Qinanih atau yang populer dijuluki Al-Jahiz. Beliau adalah sosok lelaki yang jika ditangannya terdapat buku, maka ia akan melahapnya mulai paragraf pertama sampai paragraf penutup tanpa jeda. Ia membaca dengan sangat cepat dan menyarikannya dalam sebuah ringkasan saat itu juga. Artinya ketika kita kesulitan dalam mencari ide menulis kita bisa saja ke perpustakaan mencari buku atau sekedar jalan-jalan ke toko buku untuk membeli buku . Membaca buku tersebut lalu kita menuliskannya sesuai dengan sudut pandang kita dikaitkan dengan pengalaman kita. Itu adalah hal yang mudah menurut penulis jika kesulitan mencari ide tulisan. 

                Lalu yang terakhir adalah mengenai motivasi. Diceritakan didalam buku ini bahwa Abu Abdillah Muhammad Jamaluddin ibn Malik at-Thai atau lebih populer disebut Ibnu Malik adalah pengarang kitab gramatika Arab berjudul Alfiyyah.Kitab ini sangat populer dikalangan pesantren ketika ingin mempelajari nahwu dan sharaf. Ibnu Malik dalam menulis pernah mengalami writer block. Writer block adalah satu kondisi ketika penulis mengalami kebuntuan dalam menulis. Ia tidak bisa melanjutkan saat memulai menulis bait mukadimah nazam Alfiyah. Padahal Ibnu Malik merasa tulisannya jauh lebih baik dari tulisan seniornya yang sudah meninggal yakni Ibnu Mu'thi. Ibnu Malik kebingungan hingga beberapa hari lamanya. Sampai tiba waktunya Ibnu Malik bermimpi didatangi seseorang yang tidak lain adalah Ibnu Mu'thi. Ibnu Mu'thi didalam mimpi tersebut berkata " Akulah orang yang karyanya kau anggap tidak lebih baik dari kitab yang akan kau karang". Ketika terbangun, Ibnu Malik segera mengambil wudhu, lalu Ia merevisi satu bait yang bernada merendahkan dan menyepelekan karya Ibnu Mu'thi. Bahkan ia menambahkan pujian dan doa didalam baitnya setelah itu menurut Ibnu Hamdun dalam Hasiyyah Makudi, Ibnu Malik mampu merampungkan karyanya tersebut dengan sangat lancar.
            
                Maka dari cerita diatas dapat diambil kesimpulan bahwa buah ketawaduan, keikhlasan, dan kemurnian motivasi menulis itu harus karena Allah SWT. Motivasi yang salah akan berujung kepada petaka dan ketidakberkahan karya. Karena menurut As-Shanhaji pengarang Kitab Jurumiyyah bahwa motivasi dalam mengarang atau menulis sebuah karya menjadi modal besar dan utama. Semakin tinggi dan mulia motivasinya maka semakin lancarlah ia dalam menulis. 

                Dan tips terakhir yang penulis ambil dari buku ini dalam hal menulis, untuk penulis pemula gunakanlah tips ala filsuf Austria yakni Paul Feyerabend yang mengatakan bahwa anything goes (apa saja boleh) untuk menentang pemaksaan dalam metode dalam penelitian. Jadi maksudnya adalah tulis saja tanpa harus takut orang tidak membaca atau tulisan jelek.Terpenting tulislah terus. Tambah lagi sikap Gus Dur yang populer adalah gitu saja kok repot. 
                    
    Penulis pun mencoba mengecek tingkat plagiatisme pada tulisan kali ini di website https://www.check-plagiarism.com/id/. Alhamdulilah 99 % konten yang tidak menjiplak. Yuk budayakan tidak menjiplak karya orang lain. Jika pun menggunakan pernyataan orang lain alangkah lebih bagusnya jika mencantumkan referensinya. 


                

            

Komentar

Posting Komentar