Dampak Kecerdasan Buatan Pada Profesi Guru

 


"Manusia perlu sadar dan kritis untuk hidup berdampingan dengan mesin cerdas"

( Mark Somms)

        Narasumber pada malam tadi adalah Diyarko, M.Pd. Beliau sebagai Guru Komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan. Beliau adalah Guru SMKN 11 di Semarang. Tadi malam penulis tidak bisa mengikuti pelatihan ini karena sedang membawakan acara di komunitas Jaber(Jalan Bersama). Sebuah komunitas yang bergerak pada keagamaan dengan sasaran kaum millenial. Acara tersebut dilaksanakan di Yota Cafe. Satu-satunya cafe di Kabupaten Tapin yang setiap sebulan sekali mengadakan acara keagamaan yang dibungkus dengan santai dan menyenangkan.

       Tadi malam yang mengisi ceramah adalah Habib Abdilah Yahya Al Habsy dari Martapura, Kalimantan Selatan. Sedikit kesimpulan yang bisa penulis ambil yakni tidak ada kata terlambat untuk menjadi orang baik, pilihlah teman yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT karena pergaulan sangat berpengaruh bagi pikiran, tindakan, dan akhlak seseorang. Sama seperti sekarang ini, melalui siaran tunda youtube pelatihan tadi malam, penulis berusaha mencari pergaulan yang bersemangat mengenai peningkatan ilmu baik dunia maupun akhirat.

          AI Jelas tidak bisa dhilangkan karena ini adalah perkembangan teknologi yang sangat pesat. Fenomena AI yang sudah merambah dunia ini seperti mobil tanpa supir yang menggunakan kecerdasan buatan. Apa yang dilakukan AI ketika mobil tersebut melaju dengan cepat tiba-tiba ada nenek dan anak kecil yang sedang menyebrang , sedangkan mobil tersebut membawa penumpang banyak ?

            AI akan bekerja karena sesuai algoritma yang dibuat. Kalau algoritma AI itu diisi oleh filsafat altruisme, maka mobil akan tiba-tiba berhenti atau banting stir dengan harapan nenek dan anak kecil selamat tidak tertabrak. Jika AI tersebut diisi oleh filsafat kapitalis, maka mobil tersebut akan menabrak nenek dan anak kecil tersebut, karena mobil itu hanya memikirkan keuntungan saja yang didalam mobilnya terdapat banyak penumpang.

            Jadi dapat disimpulkan bahwa AI seperti mata pisau. Jika pisau tersebut digunakan koki maka akan menghasilkan makanan yang enak dan bermanfaat, tetapi jika pisau dimanfaatkan oleh begal maka sisi kemanusiaan akan hancur.

            Fenomena ChatGPT yang mampu memudahkan peserta didik dalam pelajaran bahasa Indonesia. Karena ChatGPT mampu membuat artikel dengan menganalisis dari berbagai sumber. Tetapi pada suatu waktu terkadang ChatGPT dapat berbuat kesalahan. Bisa kita bayangkan jika ChatGPT diisi sumber-sumber yang tidak valid maka akan menghasilkan artikel yang tidak valid juga.

        Lalu jika artikel yang tidak valid tersebut dipercaya oleh masyarakat luas, maka masyarakat tersebut akan termakan hoax dan muncul informasi-informasi hoax yang dipercaya banyak orang. Banjirnya informasi yang sulit dibendung menyebabkan depresi dan kehilangan minat beraktivitas.

          Menurut riset 1 dari 5 remaja mengalami depresi bahkan kehilangan minat beraktivitas. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dalam hal remaja yang mengalami depresi. Bahkan Indonesia hanya terpaut 3 point dari Negara Kamerun.

            Masyarakat Indonesia gemar membeli alat teknologi namun tidak punya budaya berteknologi sehingga tidak menghasilkan perilaku efisien, produktif, dan inovatif. Negara paling inovatif pada tahun 2022 adalah Swiss dengan nilai 64,6% sedangkan Indonesia berada dideretan akhir dengan nilai 27,9 %. Jika dilihat disini ternyata teknologi bukan urusan kemajuan, tetapi persoalan itu tentang perubahan kebudayaan.

            Perubahan kebudayaan yang memungkinkan orang tersebut meluapkan emosi tanpa disadari  sehingga melahirkan kebencian, kekerasan, ketidakpercayaan sosial. Di titik inilah persoalan kemanusiaan terancam.

         Timbul pertanyaan,salahkah kemajuan teknologi ? Apakah perlu dihancurkan ? Bukankah teknologi dibuat oleh manusia sendiri ?

            Kalau guru pada saat ini hanya fokus pada transfer knowledge indikasinya hanya mengejar materi saja, evaluasinya lebih cenderung kepada hapalan-hapalan. Maka guru tersebut pasti akan tergantikan oleh AI. Lalu apa yang harus dilakukan oleh guru ditengah maraknya perkembangan pesat AI ?

            Manusia perlu menguasai teknologi agar tidak tertinggal namun disisi lain untuk senantiasa mampu menata emosi, mendengarkan bisikan hati dan terus berupaya untuk menemukan dirinya kembali untuk dapat mengendalikan mesin, bukan justru diperalat oleh anak budaya yang diciptakan. Kemanusiaan kita harus tetap diutamakan.

            Maka Pendidikan tidak sebatas mengolah kognitif, tetapi menyeimbangkan antara nalar , batin, emosi, dan laku yang ada dalam dirinya. Dengan keseimbangan ini, manusia akan jujur dan berani untuk mempertanyakan hal yang sudah dianggap benar, lalu mengkoreksinya dengan daya kritis, imajinasi, dan kreativitas sebelum mengambil keputusan. Inilah peran guru di masa sekarang dan masa depan sehingga guru tidak akan pernah tergantikan oleh AI. 

             Guru yang dibutuhkan pada saat ini dan masa depan adalah guru yang mampu memberikan narasi perubahan mindset. Dan kita sebagai guru tentu memiliki kewajiban moral untuk menarasikan kembali ajaran Ki Hajar Dewantara dengan cara terkini.

              Pendidikan dianalogikan sebagai mengolah tanah dan tanaman yang dimulai dari mengenal benih. Tentu seorang guru harus mengenal peserta didik beserta karakteristiknya yang berbeda-beda. Lalu menyiapkan media tanam untuk pertumbuhannya. Maknanya seorang guru harus menyesuiakan dengan kondisi minat,gaya belajar peserta didik.

                Benih ibarat peserta didik disekolah, petani ibarat guru yang membantu peserta didik menjadi versi terbaik dari dirinya.  Maka kemampuan mengolah sesuatu melahirkan daya kritis dan analisis, mengendalikan emosi dan diri,  berkehendak dan berimajinasi, serta cekatan, gesit, sehat raga untuk melakukan tindakan yang baik, benar , indah menjadi pengelola bumi yang amanah.

            Maka seorang guru harus mampu mengeluarkan bawaan yang terpendam dalam diri peserta didik dengan mengenali jenis benihnya. Maka akar dari sebuah pohon adalah karakter.  Batang sebagai pengetahuan berbasis kemampuan berpikir eksploratif, analitis, dan investigatif. Ranting adalah kemampuan tata kelola. Daun lebat adalah modal berkolaborasi, modal sosial, dan buah yang ranum adalah hasil inovasi baik dari teknologi dan sosial. 

            Resep memulai perubahan untuk sekolahan adalah lingkungan fisik dan aktifitas yang baik serta interaksi warga sekolah. Maka berbagi dan berkolaborasi adalah hal yang harus dimiliki oleh seorang guru. 

      " Hubungan (olah rasa) antara Guru dan Peserta didik inilah yang tidak dapat digantikan oleh AI "

(Diyarko) 

       

        

             

        

            

Komentar

  1. Balasan
    1. Semoga istiqomah selalu menulis, doanya selalu Ibu Ovi...:)

      Hapus
  2. Masyaallah berisi sekali artikel ini🥰🥰 sukses terus pak edmu😇😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin ya Allah... ibu juga sukses yaa... ditunggu tulisannya jugaa...:)

      Hapus
  3. Terima kasih Bapak Guru yg multitalenta,Ilmu yg luar biasa,Mmg guru harus memahami dan mengetahui sifat siswa, kalau SDH mengetahui dan mereka sudah sayang dgn kita Insyaallah aman.dan yg terpenting bekal agama yg harus dikedepankan, insyaallah dengan pengamalan agama yg baik,kondisi yg bagaimana pun anak akan tetap dijalurnya , walaupun teknologi serba canggih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantapp ibuu...bener buu,semoga kita bisa mengaplikasikannya di kehidupan sekolah ..doanya selalu buu..hhihii

      Hapus
  4. Alhamdulilah sangat bermanfaat. Terimakasih Pak..

    BalasHapus

Posting Komentar