Digitalisasi Pendidikan

 

        Beberapa hari kedepan sekolah SMA Negeri 1 Rantau mengadakan PAT (Penilaian Akhir Tahun) 2022-2023. Persiapan begitu matang untuk  ujian sumatif dengan diawali pengarahan dari Kepala Sekolah yang mengingatkan agar pengawas mengawasi peserta didik dengan saksama agar bisa membedakan peserta didik dari segi kemampuannya secara kognitif. Adapun melatih peserta didik untuk percaya diri dan jujur dari segi afektifnya sekolah menggunakan teknologi berupa tablet yang dimiliki sekolah untuk digunakan saat ujian. Dengan aplikasi Exambro para teknisi IT dari SMA Negeri 1 Rantau. Karena kelemahan dari ujian menggunakan handphone dari peserta didik biasanya  oknum peserta didik bisa membuka jendela atau tab baru untuk mencari jawaban. Sehingga terkadang dalam proses belajarnya dibanding dengan ujian sumatifnya perbedaan nilai sangat jauh, dalam proses belajarnya biasa saja , tetapi pada saat ujian sumatif hampir mendekati nilai yang sempurna. Kelebihan dalam ujian berbasis digital ini adalah hemat karena tidak menghabiskan kertas terlalu banyak yang setelah ujian kertas tersebut hanya terbuang sia-sia.

      Hal ini merupakan tantangan seorang guru dan pemangku kebijakan. Desain sekolah berupa pendidikan ideal disajikan, tetapi ketika keluar dari gerbang sekolah terkadang mengalami kontradiksi. Disekolah dibiasakan untuk jujur tetapi pada praktik ektalasi politik oknum politisi dengan bangga menjual bentuk ketidakjujuran seperti praktek per-amplopan untuk mencapai tujuannya bahkan dengan menghalalkan segala cara. Menulis diksi amplop, penulis jadi teringat puisi dari Gus Mus yang berjudul "Di Negeri Amplop" entahlah apakah puisi tersebut masih relevan dizaman sekarang ? hanya pembaca yang bisa menilaiOleh karena itu tidak salah ketika Rocky Gerung bertanya kepada Bambang Pacul salah satu kader dari PDIP mengenai siapa yang disalahkan jika bangsa mengalami kemerosotan ? Yang pertama kali disalahkan adalah ketua umum partai, karena mereka yang memegang suatu kebijakan untuk mengarahkan budaya bangsa tersebut.

          Politik, kebudayaan, dan pendidikan adalah satu tarikan nafas dalam hidup bermasyarakat. Sebagaimana disarikan dari buku berjudul Pendidikan yang Berkebudayaan karya Yudi Latif halaman 27 bahwa analoginya peserta didik sebagai benih harapan untuk menjadi pohon yang sehat dan akar yang menghujam dalam, bayang pohon yang tinggi menjulang, cabang dan rantingnya terjurai rapi, daun yang rindang, dan buah yang lebat. Akar yang kuat itu adalah karakter yang tangguh ; batang yang tinggi menjulang itu adalah wawasan pengetahuan yang luas ; cabang dan rantingnya itu adalah kompetensi dan kreativitas tata kelola ; daun yang rindang itu adalah kemampuan kerja sama semangat bhinneka tunggal ika ; sedang buah yang lebat itu adalah kreativitas yang bermanfaat bagi diri dan sesama. Lantas, dimana posisi politik ? politik berada dalam ranah menjaga dan mengorganisir pohon tersebut agar dapat mengatur posisi pohon sesuai dengan keunggulannya.

            Tantangan selanjutnya adalah meningkatkan keterampilan teknologi. Perkembangan semakin pesat di dunia saat ini dengan hadirnya aspek digitalisasi. Bahkan lebih canggihnya lagi hadirnya IA intelegensi artisifial yang membuat segala hal menjadi lebih mudah. Penulis tadi malam ketika scroll Tiktok melihat bahwa AI dapat mendesain sebuah rumah dengan sangat bagus dan teliti layaknya seorang arsitek profesional. AI dapat membuat skripsi atau tesis secara mudah hanya dengan menuliskan tema yang akan diteliti. Bahkan dikutip dari perkataan Guru Gembul bahwa AI dapat berbicara dengan AI lainnya berdiskusi mengenai lingkungan  yang membuat sebuah solusi diantaranya harus dilakukan penghapusan manusia secara masif untuk melestarikan alam di bumi ini jika ingin kehidupan yang lama. Dari pernyataan tersebut membuat seorang anak muda di suatu negara nekat bunuh diri setelah menyaksikan diskusi antar AI tersebut. Oleh karena itu guru dan pemangku kebijakan harus membuat suatu pengajaran bagaimana menggunakan teknologi dengan bijak, karena peserta didik sekarang ini tidak lepas dari teknologi. Teknologi menjadi kebutuhannya. Bahkan transformasi nilai-nilai apapun baik yang bermanfaat ataupun buruk sekarang bisa diakses dari sebuah teknologi yakni handphone. Oleh karena itu diperlukan juga bagi seorang guru mengenai keterampilan berpikir kritis.

        Menurut buku Berpikir Kritis karya Dr. Saifur Rohman, M.Hum halaman 78, dalam hal berpikir kritis diawali dengan memikirkan kebenaran. Kebenaran dalam hal ini sebagai seorang muslim dan muslimah mengacu pada Al Qur'an dan Hadist, Ijma, dan Qiyas. Sebagai masyarakat Indonesia mengacu kepada hal-hal yang disepakati bersama oleh Undang-Undang Dasar 1945 dengan pangkal landasan filosofi Pancasila. Setelah itu adalah proses memisahkan informasi yang berguna dan tidak berguna. Lalu mengidentifikasi kesalahan dalam argumentasi kita maupun orang lain dan kemampuan membedakan antara kepercayaan, emosi, dan nalar.

            Pada halaman 224 dijelaskan bagaimana cara-cara umum untuk melatih peningkatan kinerja kecerdasan dalam hal ini berpikir kritis diantaranya ;

1. Membaca, meningkatkan pemahaman logika berpikir.

2. Menulis, meningkatkan struktur linguistik yang kita miliki.

3. Diskusi, meningkatkan kecepatan memahami pribadi yang lain.

4. Berinovasi, meningkatkan imajinasi di dalam pikiran pribadi.

5. Berkesenian, melatih kepekaan terhadap perasaan seni.

6. Berwisata, melatih kepekaan lingungan atau spasial.

7. Beribadah, melatih kepatuhan kinestetik.

8. Meditasi, melatih kemampuan menemukan nilai filosofis.

9. Merawat makhluk hidup dan lingkungan, melatih pemahaman terhadap makhluk lain.

        Oleh karena itu kebutuhan membaca dan menulis adalah hal dasar yang harus dimiliki seorang guru dan pemangku kebijakan untuk menghadapi segala tantangan pendidikan yang sangat komplek ini. Penulis bersyukur diberi kesadaran melalui KBMN (Kelas Belajar Menulis Nusantara). Sembari penulis menulis, Ibu Murliyani mendatangi penulis dengan memberikan testimoni mengenai menulis, bahwa sekarang dengan menulis beliau dapat lebih produktif, ketika sebelumnya hanya bermain media sosial saja, sekarang dengan kegiatan menulis, media sosial yang dilihat bisa menjadi sebuah inspirasi dalam tulisan. Yuk menjadi jiwa pembelajaran untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang berkualitas.

             

            

        

            

Komentar