Sisi Lain Merdeka Belajar !


 "Kalau kita membangun jembatan ,salah bangun memperbaikinya gampang, tetapi jika  jutaan anak kita didiknya salah, 1 generasi yang akan hilang "

(Pakar Pendidikan)

        Penulis termasuk suka sekali bila ada pemikiran alternatif atau progresif tersedia di jurnal-jurnal, buku, atau laman media sosial mengenai pendidikan. Karena untuk menjadi perbandingan dan wawasan, tetapi sepengetahuan penulis referensi alternatif tersebut masih sedikit yang membahas, semoga kedepannya makin banyak yang menuliskannya dan membicarakan di buku ataupun media sosialnya.        

      Penulis terkejut ketika bermain media sosial melihat Tiktok menampilkan video Guru Gembul berbicara mengenai kurikulum merdeka. Beliau mengatakan bahwa kurikulum merdeka itu tidak memberikan pengaruh apapun karena diakar rumput guru-guru akan mengajar dengan cara yang sama, dengan praktek yang sama, dan dengan model yang sama. Bisa kita lihat saat IHT mengenai pelatihan kurikulum merdeka ada yang 1 hari, 3 hari, semuanya tidak belajar mengenai kurikulum merdeka, tetapi semuanya belajar tentang bagaimana cara bikin administrasi mengajar bahkan hanya copas saja. Padahal kita mengetahui kompetensi guru itu ada empat yakni ranah pedagogi, sosial, pribadi, profesional bukan kompetensi copas. Tetapi yang diteliti dan diperiksa biasanya hanya administrasi berupa RPP atau modul ajar, dan kelengkapan administrasi lainnya saja yang menumpuk. Bisa dikatakan bahwa guru disini menjadi TU(Tata Usaha). Administrasi mengajar itu biasanya menghabiskan 2 rim dalam 1 tahun. Maka ada idiom baru yang mengatakan bahwa guru terbaik adalah guru yang mampu mengerjakan tugas TU dengan baik.


            Penulis pun penasaran dengan hal ini akhirnya membuka youtube dengan mengetik di pencarian berupa " Gugatan Merdeka Belajar" akhirnya yang keluar adalah Kurikulum Merdeka di Mata Pakar Pendidikan pada channel Pendidikan Vox Point pada saat rapat komisi X DPR RI pada 1 tahun lalu. Jurnal Inggris pada tahun 2018 yang dikatakan didalam video tersebut adalah mutu pendidikan di Indonesia tidak ada peningkatan selama puluhan tahun disebabkan karena komplasensi. Komplasensi adalah merasa puas dengan pendidikan yang terjadi tetapi tidak melihat kegagalan atau kerusakan terjadi. Siapa yang merasa puas ? Masyarakat dan Pemerintah, karena mereka melihat bahwa anak Indonesia menang olimpiade sains atau sejenisnya. Program pemerintah bidang pendidikan yang itu-itu saja. Programnya sama , diganti nama saja tetapi uangnya ditambah terus. Bahkan asesmen nasional yang dilaksanakan itu pun jauh dari kata inovasi dan pembaruan karena hanya menjadi alat mengkonfirmasi temuan PISA yang sudah diketahui hasilnya bahwa literasi,matematika, dan sains kita rendah.

       Menurut pakar pendidikan bahwa kurikulum merdeka ini dia analogikan sebagai berikut " ibaratnya bangsa kita ini suka pusing, lalu minum obat paramex, tetapi tidak sembuh juga. Akhirnya kita periksa ke rumah sakit OECD dengan tes namanya PISA, kemudian kata rumah sakit tersebut hasil periksanya adalah kamu itu hipertensi , coba ganti pola makan , jangan asin, jangan makan kambing, obatnya amplodifin .Yang dilakukan oleh bangsa kita bukannya beli ampllodifin  tetapi malah beli bodrex." Antara penyakit dan obatnya keliru. Itulah pandangan beliau terhadap kurikulum merdeka ini tetapi  pemerintah yakin sekali kurikulum merdeka obatnya. Bagaimana bisa kita meningkatkan nilai PISA kita tetapi satupun rekomendasi dari OECD tidak kita lakukan.

            Pada dasarnya rekomendasi OECD adalah penguatan kapabilitas, kapasitas guru kita. Memang pemerintah sudah tahu ini , jika diliat hasil uji kompetensi guru kita lemah sekali rata-rata masih diangka 50 yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Dan ini yang kurang diberikan perhatian oleh pemerintah dengan serius dan fokus kesana. Jadi problemnya itu bukan dikurikulum tetapi di sumber daya manusianya, karena kurikulum 13 itu pun sangat bagus jika dilaksanakan dengan baik dan sesuai karena memiliki standar proses pendidikan Permendikbud N0.22 Tahun 2016.



        Produk kurikulum merdeka ini adalah protipe artinya kurikulum yang belum matang tetapi anak anak kita dipaksa untuk mengkonsumsinya. Kalau kita membangun jembatan ,salah bangunnya memperbaikinya gampang, tetapi  jutaan anak kita didiknya salah, 1 generasi yang akan hilang dan kita ada potensi kearah sana. Ditakutkan bahwa kurikulum merdeka ini mengambil contoh dari salahsatu sekolah mahal yang ada di Jakarta lalu dinasionalkan ,karena kurikulum ini hanya 6 bulan saja muncul. Sedangkan menurut pakar pendidikan dalam membuat kurikulum itu paling tidak 1,5 tahun itu pun dalam kondisi yang normal dan bahkan bisa saja kurikulum tersebut ditolak.

        Tadi malam penulis menjumpai salahsatu siswi SMA yang sedang berjualan kerupuk di muka ATM. Penulis kebetulan mengajar siswi tersebut. Siswi tersebut jika dikelas rajin belajar dan disiplin. Kondisinya lah yang membuatnya seperti itu karena memiliki seorang ibu yang sudah tua dan sakit-sakitan dan dari keluarga yang broken home. Masih banyak mungkin anak-anak di Indonesia yang mengalami seperti ini. Dan  ini menjadi salahsatu tambahan semangat penulis untuk menjadi guru yang selalu belajar. Semoga pemerintah baik dilegislatif dan eksekutif benar-benar merumuskan pendidikan yang benar-benar berguna yang bukan hanya untuk sebuah slogan politik saja, tetapi yang langsung dirasakan oleh akar rumput termasuk guru dan anak-anak didik. Bahkan miris sekali penulis ketika mendengar salahsatu ucapan seorang guru yang mengatakan " Ngapain membuat makalah ilmiah atau buku dan sejenisnya lagi , karena tidak dipakai untuk naik pangkat lagi di aturan BKN terbaru". Menurut penulis ini termasuk yang menciderai pendidikan itu sendiri. Jadi yang perlu kita sama-sama rubah adalah mental seorang guru untuk memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak bangsa Indonesia. Jangan sampai mental feodal seperti itu terus digaungkan, yang hanya mengejar untuk kepuasan diri sendiri. Kurikulum apapun jika oknum guru masih memiliki mental tersebut, maka SDM yang dikatakan sebagai sumber permasalahan pendidikan di Indonesia tidak akan meningkat. Yuk sama-sama memiliki jiwa pembelajar. Guru hebat,anak didik hebat menciptakan peradaban yang luarbiasa.

            



Komentar