Alhamdulilah memasuki Ramadhan ke 18, semoga kita semua selalu diampuni oleh Allah SWT dan segala amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Hari ini kegiatan tidak sepadat biasanya, penulis dengan leluasa memanfaatkan waktu ini dengan banyak istirahat, karena kesehatan adalah salahsatu kunci untuk melakukan ibadah. Walaupun kesehatan batin juga kunci juga, karena seperti pepatah asing mengatakan "Men sana in corpore sano" bahwa didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Dan disadur dari hadis Nabi Muhammad SAW bahwa " Didalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik , maka akan baik seluruh tubuhnya. Tetapi bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu adalah qolbu(hati)".
Jadi Islam sangat menekankan sekali mengenai keseimbangan, dunia dan akhirat, baik kesholehan individu maupun kesholehan sosial. Perkara dunia bisa menjadi sarana untuk kebahagiaan akhirat dengan cara, meyakinkan hati bahwa segala yang kita miliki di dunia ini kita harus sadar bahwa itu semua titipan, dan tidak abadi, maka taruhlah dunia itu di tangan saja, jangan sampai merasuk kepada hati. Jika dia masuk kepada hati, maka itulah yang dinamai hubbudunya yakni cinta kepada dunia.
Hari ini penulis akan mengimplementasikan mengenai kesholehan sosial dengan membelanjakan hasil sedekah sukarela murid SMA Negeri 1 Rantau pada saat pesantren ramadhan berlangsung. Sedekah itu ditujukkan kepada Murid SMA Negeri 1 Rantau yang kurang mampu, semoga bisa membantu meringankannya walaupun hanya sekedarnya saja. Perolehan sedekah murid tersebut berjumlah Rp. 2.078.000 yang dibelikan paket lebaran untuk 11 siswa/i yang kurang mampu. Adapun paket lebarannya berisi 19 item kebutuhan sehari-hari. Alhamdulilah setelah memilih dan memilah terbeli paket lebaran tersebut dengan harga Rp. 1.998.500. Akhirnya sisa duit sebanyak Rp. 79.500 disedekahan ke Masjid Al-Amanah Polres Tapin.
Karena terlalu banyak barangnya maka kami meminta dari pihak toko untuk mengantarkannya ke sekolahan kami, kebetulan jarak toko dan sekolah tidak terlalu jauh. InsyaAllah besok harinya barang tersebut akan dikemas bersama panitia pesantren ramadhan dan Hari Rabu 12-April-2023 akan dibagikan kepada 11 orang yang berhak mendapatkannya.
Teringat perkataan Jalaludin Rumi bahwa musik yang haram itu adalah suara sendok dan garpu orang kaya di meja makan yang terdengar oleh tetangganya yang miskin. Maka daripada itu kita sebagai orang Muslim dituntut selain sholeh secara individual (Hablu MinaAllah) tetapi juga sholeh secara sosial (Hablu Minannas). Nabi Muhammad SAW pernah berkata seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Bagaimana hebatnya Nabi Muhammad SAW 1444 H yang lalu sudah mempunyai konsep ini dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Ansor. Sewaktu itu kaum muhajirin datang ke Madinah dengan tangan hampa, karena harta bendanya disita oleh kaum musyirikin. Tetapi karena kaum Anshar cinta dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sukarela membagikan kenikmatannya kepada kaum Muhajirin.
Ditengah kesenjangan sosial yang terjadi sekarang ini sangat diperlukan sekali kepedulian sosial bagi seorang muslim yang kaya kepada yang miskin. Bukan malah memperkaya diri sendiri dengan korupsi bahkan memamerkan kekayaannya dengan Flexing. Sesungguhnya korupsi hanya membuat diri menjadi hina dina, dan susah mendapatkan kebahagian yang hakiki. Kebahagiaan yang hakiki adalah ketika kita bisa berbagi kepada sesama manusia dengan perantara harta yang titipkan oleh Allah. Apalagi ini bulan Ramadhan ketika amal dilipatgandakan, maka bersedekah pada saat bulan Ramadhan ini akan menambahkan kebahagiaan yang hakiki kepada kita yang ikhlas. Kebahagiaan itu bukan serta merta melulu masalah harta, tetapi juga kesehatan, dicintai oleh orang lain, dan dipermudahnya kita dalam menjalankan taat. Karena tidak diciptakan kita dimuka bumi ini semata-mata hanya untuk menjadi hamba Allah SWT.
Dan Gus Baha pernah berkata semiskin-miskinnya orang pada zaman Nabi Muhammad selesai dengan dirinya sendiri. Zaman sekarang banyak orang miskin bahkan orang kaya yang belum selesai dengan dirinya sendiri. Maka daripada itu kita bisa mengambil hikmah dari cerita ketika perang Tabuk orang miskin maupun orang kaya pada saat itu memberikan kalau di Indonesia seperti 2 Kg untuk makanan warga dan 2 Kg untuk biaya perang. Kalau 2 Kg dikali 3000 Umat Islam pada saat itu maka sudah 6000 Kg persediaannya. Pertama, 6000 Kg artinya orang miskin ketika perang membiayai dirinya sendiri , Kedua dengan mental memberi orang ini tidak tamak, barokahnya tidak tamak maka tidak menyalahkan orang kaya. Efek dari itu untuk perang Tabuk adalah sumbangan Sayyidina Usman yang sangat besar sekali 1000 dinar , 1 dinar kira kira 4, 25 gram sekitar 4000 gram, itu bisa dibelikan alat perang. Sumbangan oleh Abu Bakar pun bisa dibelikan kuda untuk perang. Bayangkan jika kebutuhan orang miskin ini untuk makan tidak mau sedekah, maka jumlah 3000 itu akan mengurangi anggaran untuk belanja alat perang karena untuk konsumsi orang miskin. Akhirnya perang tidak fokus karena mengurusi konsumsi orang-orang miskin. Dulu Zaman Nabi Muhammad SAW, orang miskin itu heroik, mereka dibantu tidak mau, inginnya bantu sampai dicibir oleh orang munafik , apa gunanya sedekah 2Kg kan ini perang besar antar negara ? Tapi sebenarnya yang mahal itu bukan 2Kgnya, kalau ada 1 juta miskin menyumbang negara sebanyak 20 ribu itu artinya kita mempunyai hubungan dengan negara inginnya memberi. Tapi coba kalau kita mempunyai 2 juta orang yang inginnya dari negara mendapat maka negara pun mungkin akan kesusahan.
Dulu Nabi Muhammad SAW dapat mendidik orang miskin pun bermental memberi, barokahnya bermental memberi adalah mereka selesai dengan dirinya sendiri. Dulu KH Hasyim Asyarie dan kawan-kawan juga berhasil mendidik begitu juga, santri yang miskin dulu jika ada ubi maka memberikan ubi , kalau ada jagung maka memberikan jagung. Yang mahal itu bukan ubi, atau jagungnya, tetapi mental memberi. Orang itu jika mempunyai mental memberi berarti selesai dengan dirinya sendiri, tetapi tidak bermental memberi pasti tamak. Tamak itu mesti menghakimi orang lain, maka dalam kitab Hikam diterangkan penyakit terberat itu adalah tamak. Bayangkan jika kita bermental Tamak, bagaimana bangsa ini ? Para Sahabat Nabi itu selesai dengan dirinya sendiri karena di didik oleh Nabi mempunyai mental memberi. Sehingga Indonesia pun bisa merdeka begini barokahnya didikan ulama yang semuanya ingin memberi.
Dulu belum ada negara, jadi tentara-tentara kemerdekaan dikampung kampung itu dibiayai donatur. Berapa Ton untuk konsumsi makanan tentara-tentara tersebut. Orang Aceh menyumbangkan berapa banyak emas untuk kemerdekaan Indonesia , Kesultana Yogyakarta legowo memberikan kekuasaanya kepada Indonesia. Jadi semua itu barokah dari didikan Rasulullah SAW yang diteruskan oleh ulama yang nomor satu adalah memberikan pendidikan agar masyarakat bermental memberi. Dengan bermental memberi apapun kecilnya akan selesai dengan dirinya sendiri. Karena memberi itu tidak harus menunggu kaya , makanya Al Qur'an berkata tentang orang baik itu bagaimana ? Q.S Ali Imran :134 "orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit".
Maka marilah kita memiliki mental memberi daripada mental meminta. Sebagai guru pun harus memiliki mental memberi agar selalu bersyukur. Jika seorang guru hanya memiliki mental meminta, maka efeknya hanya kekecewaan terus yang akan terjadi karena keinginan tersebut terkadang tidak tercapai. Yuk kita semua mengalakkan mental memberi. Semoga kita semua bisa memiliki mental memberi, karena mental memberi ini skill yang sangat mahal harganya.
hanya memberi tak harap kembali --- bagai ---edmu
BalasHapus