Berguru kepada Film

 


    Alhamdulilah Ramadhan ke 27 sudah dilewati dengan sangat menyenangkan karena hari ini pada siang harinya diisi dengan menghibur diri untuk sejenak ke bioskop menonton film John Wick chapter 4.  Film action yang sangat menegangkan tetapi banyak pelajaran yang bisa diambil dari film tersebut yang dihubungkan dengan profesi sebagai pendidik diantaranya :

Memiliki Visi yang Jelas

    Didalam film tersebut terlihat John Wick selalu berjibaku dalam menghadapi setiap musuh-musuhnya yang menghalangi ia dalam niatnya untuk bebas dari dunia hitam demi wanita yang dicintainya dari geng "table" . Sesulit apapun kondisi dan situasinya dalam mencapai hal tersebut akhirnya bisa tercapai juga dengan target-taget yang direncanakannya walaupun terkadang ketika menjalaninya masalah datang dengan tiba-tiba sehingga membuat ia menganti rencana lainnya yang lebih efektif tetapi tidak keluar jalur dari visi awalnya. Hal tersebut dikarenakan visi yang jelas dari awal dia mulai  beraksi. Begitu juga seorang pendidik seyogyanya ketika mulai memilih untuk menjadi guru, ia harus mempunyai visi yang besar dan jelas agar ketika menjalani aktivitas tersebut bisa produktif, tidak mudah putus asa,  banyak karya yang dihasilkan, serta yang lebih penting adalah bisa membersamai peserta didik untuk tumbuh ke arah yang lebih baik. Karena permasalahan peserta didik di zaman sekarang ini lebih kompleks. Dibutuhkan kesabaran dan kesadaran oleh guru berkontribusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan sekolah harus bisa menjadi bengkel kemanusiaan. Untuk hal ini perlu kajian yang lebih dalam lagi oleh pakar pendidikan agar bisa diimplementasikan oleh guru-guru di akar rumput. Penulis pun mencoba mempunyai visi yang jelas untuk diri ini bahwa setiap tahunnya ada satu skill mengajar yang harus di upgrade. Contohnya pada tahun ini penulis lebih fokus kepada skill menulis, jadi selama 1 tahun ini penulis harus mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan hal menulis, bahkan harus ada karya yang ditelurkan. Kalau tahun lalu penulis fokus kepada media pembelajaran, itu yang membuat penulis mengikut sertakan diri kepada program Kemdikbudristek yakni program Pembatik. Mungkin kita bisa saling berbagi mengenai visi yang jelas ini, kalau pembaca apa ya visinya sebagai pendidik ? Yuk berbagii....

Problem Solving 

"Caramu menyelesaikan hal kecil adalah gambaran caramu menyelesaikan hal besar"
(Winston)
        Kutipan pernyataan itu membuat penulis terkesima. Kata-kata tersebut terlontar oleh salahsatu patner John Wick difilm tersebut yakni Winston. Winston difilm tersebut memang digambarkan sebagai sosok lekaki yang tenang dan bijaksana dalam memberikan keputusan. Seperti keputusannya menyuruh John Wick agar bertindak cerdas dengan tidak langsung membunuh pimpinan geng table secara langsung tetapi mengajak pimpinan tersebut duel satu vs satu karena geng table menjunjung tinggi peraturan tradisional bahwa anggota atau keluarga anggota geng table dapat mengajukan duel tersebut untuk menghindari pertumpahan darah besar yang dilakukan anggota geng tersebut. Kebetulan John Wick masih mempunyai keluarga yakni ruska roma. Singkat cerita akhirnya John Wick dapat mengalahkan pimpinan ambisius tersebut dengan duelnya walaupun pimpinan table dengan berbagai cara melakukan curang tetapi tidak berhasil. Hal ini dapat juga berlaku kepada kita sebagai guru dalam menghadapi siswa yang bermasalah kita harus melakukannya dengan cerdas. Cerdas disini adalah dengan berbasis data,tidak menggunakan asumsi atau opini yang hanya dirasakan oleh perasaan. Sebelum memvonis seseorang alangkah bagusnya untuk mengumpulkan data yang relevan dan banyak. Karena vonis kita akan berdampak pada masa depannya. 
        Lalu quotes diatas bisa juga digunakan oleh guru untuk menghadapi berbagai perubahan kurikulum yang terjadi. Karena banyak pameo yang bersiliweran di sekolah bahwa " ganti mentri gantri kurikulum". Daripada jadi ajang mengeluh yang sia-sia, maka mengutip dari artikel Yana Haudy sang juara dalam lomba blog kemdikbudristek 2023 bahwa mau kurikulumnya ganti atau tidak sebenarnya tidak masalah, karena seperti apapun kurikulumnya, anak pertama kali mendapat pendidikan dari orangtua dan keluarga besarnya, bukan dari guru atau sekolah. Pun dengan etika dan tata krama. Salim (cium tangan) dengan kakek, nenek, atau paman, bibi, makan dengan tangan kanan, mengucapkan permisi, dan lain-lain. Kurikulum dijadikan saja sarana untuk menguatkan pendidikan berbasis karakter yang sudah diterima anak di rumah menjadi kokoh. Dan guru harus mempunyai semangat pembelajar sepanjang hayat dengan terus menambah wawasan mengenai kurikulum yang sedang dijalani. Apalagi sekarang pelatihan tidak jauh-jauh harus kesuatu daerah untuk meningkatkan kompetensi guru. Ada Platform Merdeka Mengajar yang sangat lengkap dalam memberikan pelatihan bahkan jika ada yang membutuhkan sertifikatnya maka sudah tersedia disana tinggal menyelesaikan aksi nyatanya saja. Segala keterbatasan, kemudahan harus bisa dijadikan oleh guru sarana untuk menambah alternatif solusi yang digunakan disekolah baik untuk siswanya, cara mengajar, managemen kelas, materi, dan lain-lain. Yuk berpetualang di Platform Merdeka Mengajar.

Tulisan Nisan

    John Wick ketika ingin bersiap-siap berduel ditanya oleh Winston. Nanti ketika meninggal dunia nisannya ditulis kalimat apa, jika aku(Winston) tulisannya adalah seorang teman. Sontak John Wick mengucapkan tulisan nisannya adalah suami tercinta dan ia ingin dikuburkan disamping makam istrinya. Pertanyaan ini cocok juga kepada guru, nanti kita jika pensiun ingin dikenang sebagai apa? Kontribusi kita apa bagi pendidikan? Karya apa yang kita ceritakan nanti kepada guru-guru muda? dan segudang pertanyaan lainnya. Penulis sendiri ingin dikenang sebagai guru yang memiliki 1001 karya  yang ditelurkan untuk sumbangan pendidikan di Indonesia. Sebagaimana ulama-ulama terdahulu walau sudah meninggal lama, tetapi karyanya masih lestari hingga sekarang bukan sekedar dikenang. Dan ketika meninggal dunia nanti jika dimungkinkan seperti film tersebut maka nisan yang tertulis disana adalah "Seorang yang Mencintai Ilmu". Sebagaimana salahsatu ulama sekaligus presiden Indonesia ke 4 yakni Gusdur yang tertulis di nisannya adalah " Disini berbaring seorang pejuang kemanusiaan".

        Setelah menonton bioskop, penulis ke Gramedia untuk membeli beberapa buku untuk santapan wawasan yang akan dibawa besok perjalanan ke Bandung. Karena seperti kata OmJay orang yang menulis itu harus lahap dalam membaca. Maka mustahil dia bisa menulis jika malas membaca. Apalagi diIndonesia pada umumnya para guru  belum bisa menulis essay sebanyak 5000 kata. Maka daripada itu yuk mulai sekarang membaca, agar siswa kita dapat terlayani dengan baik khususnya literasi. Jika bukan guru yang bergerak untuk mengkampanyekan membaca serta mengaplikasikannya siapa lagi ?

Komentar