Orangtua dan Kebohongan


 Jika kita dimarahi oleh orangtua lalu kita membela diri dan setelahnya beradu mulut/berargumen, saling membela diri. Karena tidak merasa bersalah satu sama lain. Apakah kita termasuk durhaka kepada orang tua ?

Apakah berbohong untuk kebaikan termasuk perbuatan tercela ?

        Hari ini adalah Ramadhan ke 3. Semoga kita semua masih kuat menjalani dengan rangkaian program ibadah produktif. Penulis memilih menambahkan menulis menjadi program ibadah sembari menunggu shalat dhuzur berjama'ah. Karena didalam menulis sebisa mungkin penulis menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Siswa/i kelas XI IPA 2 sebelum Ramadhan tiba dengan menuliskannya di kertas, dan penulis jawab di laman blog ini, semoga makin bermanfaat ilmu kita dan keberkahan selalu menghampiri. Aamiin...

Anak

            Kita semua pasti memiliki orangtua didalam kehidupan ini. Orangtua idealnya adalah sebagai pelita pelindung dan teladan bagi anak-anaknya dalam membentuk keluarga yang beriman kepada Allah dan Rasulnya sehingga terciptalah keluarga harmonis. Sampai kapanpun jasa orangtua tidak akan pernah bisa terbayarkan oleh anak dengan apapun didunia ini. Hingga Rasulullah SAW bersabda "Anak tidak dapat membalas kedua orangtuanya hingga dia mendapatinya sebagai budak lalu dibelinya dan dimemerdekakannya" (HR Muslim). Apakah bisa  sebagai anak membayar harga susu ASI yang sudah diminumnya sewaktu kecil? Apakah bisa sebagai anak membayar uang jaga malam ketika kita menangis ditengah malam selama waktu kecil ? Apakah bisa kita membayar kalimat yang diajarkan pertama kali oleh orangtua hingga kita bisa mengenal nama benda dan susunan alfabet ? Penulis rasa, sangat mustahil untuk bisa membeli itu semua. Jadi makna hadis tersebut adalah kita wajib menghormati dan taat kepada  orangtua selagi tidak melenceng dari syariat Allah dan RasulNya.

            Didalam buku Intisari Ihya Ulumuddin Al Ghazali Mensucikan Jiwa yang disusun oleh Sa'id Hawwa pada halaman 584 dikatakan Diantara kewajiban anak kepada orangtua adalah  seorang anak tidak boleh bepergian dalam hal yang mubah atau sunnah kecuali dengan izin keduanya. Banyak hadis yang berkaitan hal ini hingga menjadi wajib hukumnya meminta izin kepada orangtua, diantaranta sebagai berikut :

  1. Abu Sa'id Al-Khudri berkata : Seorang lelaki berhijrah kepada Rasulullah saw dari Yaman dan ingin jihad, lalu Rasulullah saw bertanya,"Apakah  di Yaman masih ada kedua orangtuamu? Orang itu menjawab, "Ya." Nabi SAW bertanya," Apakah keduanya telah mengizinkanmu?" Orang itu menjawab, "Tidak". Nabi saw bersabda :" Kembalilah kepada kedua orangtuamu dan mintalah izin dari keduanya. Jika keduanya mengizinkan maka kamu boleh berjihad, jika tidak mengizinkan maka kamu harus berbuat baik kepada keduanya, karena hal itu merupakan sebaik-baik apa yang kamu pakai bekal untuk bertemu Allah setelah tauhid. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
  2. Seseorang datang kepada Nabi saw untuk meminta pendapatnya tentang partisipasinya dalam peperangan, lalu Nabi saw bertanya,"Apakah kamu masih punya ibu ? Orang itu menjawab, "Masih". Nabi saw bersabda : "Dampingilah dia karena sesungguhnya surga berada di kedua kakinya." (HR. Nasa'i, Ibnu Majah, Al Hakim)
  3.  Seseorang datang kepada Nabi saw meminta bai'at untuk hijrah seraya berkata," Aku tidak datang kepadamu sehingga aku membuat kedua orangtuaku menangis." Nabi saw bersabda : "Kembalilah kepada keduanya dan buatlah keduanya tersenyum sebagaimana kamu telah membuat keduanya menangis." (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
    Dari hadis-hadis ini tergambar bahwa izin saja sebegitu pentingnya dalam urusan berhubungan dengan orangtua. Apalagi terkait adu argumen dengan orangtua hingga puncaknya mengakibatkan pertengkaran . Seyogyanya walaupun kita sebagai anak  di posisi benar dan tidak merasa bersalah, sebagai orang yang cinta kepada Allah dan Nabi Muhammad saw, diam dan mendengarkan adalah hal yang lebih baik untuk menghindari keburukan yang lebih besar yakni pertengkaran. Karena pertengkaran apapun itu dapat dipastikan tidak dapat menyelesaikan masalah, malah nafsu amarah kita semakin dibuatnya membara. Sehingga sangat disayangkan jika keluar kata-kata kotor dari pertengkaran tersebut.  Jadi ketika ada waktu yang tepat untuk menyampaikan kebenaran kita baru sampaikanlah, sehingga pertengkaran dapat dihindari dan argumen kita bisa tersampaikan dengan baik juga kepada orangtua sehingga puncaknya refleksi diri menjadi penengahnya. Dan jangan lupa untuk selalu meminta maaf kepada kedua orangtua kita.

Orangtua

        Didalam buku Biografi Habib Ali Habsy Muallif Simtud Durror pada halaman 114 dikatakan bahwa beliau mewasiatkan kepada jamaahnya agar setiap keluarga duduk bersama istri dan anak-anaknya dalam suatu majelis khair. Jika kalian seorang ahli ilmu, hendaknya kalian berbicara kepada anak-anak sesuai ilmu kalian. Dan jika kalian bukan ahlu ilmu, hendaknya kalian membaca Al Qur'an satu juz bersama mereka. Lakukanlah ini dipagi hari, sebagaimana jika kalian duduk bersama untuk sarapan pagi. Jika kalian tidak mau manjagar penghuni rumah kalian, undanglah seseorang untuk mengajar mereka.  Makna dari perkataan beliau mengenai kedekatan bersama anggota keluarga, kedekatan itu sangat mahal harganya bahkan tidak ternilai. Ciptakan ruang kedekatan bersama anak dengan berbagai program keluarga yang positif agar ketika terjadi salah paham kepada anak, pertengkaran tidak menjadi pion nomor satu untuk menyelesaikannya, tetapi kedekatan yang akan menyelesaikannya. 

          Dahulu kaum salaf mendidik anak-anak mereka agar percaya kepada Allah dan menganggungkan perintah-Nya sejak mereka kecil. Orang Maroko memerintahkan orang yang menyusui anak-anak untuk berzikir kepada Allah sewaktu menyusui. sejak kecil semua urusan anak selalu dikaitkan dengan Allah. Habib Ali Al Habsy berkata " Didiklah anak-anakmu sejak kecil, sebab jika telah dewasa ia akan sulit menerima nasihat. Didiklah mereka secara bertahap. Jangan bebani mereka dengan sesuatu yang tidak mampu mereka laksanakan."

            Jika perilaku anak-anak kita tidak sesuai dengan tabiat kalian, maka doakan lah mereka : " Ya allah, berkatilah anak-anakku, jagalah mereka, dan jangan kau celakakan mereka. Karuniailah kami ketaatan mereka."

        Bulan Ramadhan ini adalah bulan yang sangat cocok sekali untuk menjalin kedekatan dengan anggota keluarga bisa dimulai dengan sahur bareng, shalat shubuh berjamaah, shalat dhuha berjamaah, membaca Al Qur'an, membaca buku bareng, buka puasa bareng, dan lain-lain. Gunakanlah waktu ini untuk bercengrama dengan anak-anak kita, karena hal ini lah nanti yang akan diingat oleh anak mengenai kebersamaan bersama orangtuanya.

xxx

    Dusta dalam ucapan merupakan dosa yang paling buruk dan paling tercela. Sangking buruknya hal ini banyak hadis yang terkait mengenai dusta atau berbohong, Didalam buku Ringkasan Ihya Ulumuddin tentang membersihkan penyakit-penyakit hati karangan Habib Umar bin Hafidz pada halaman 117 dikatakan diantaranya :

  1. Rasulullah Saw. bersabda , "Sungguh khianat yang besar, jika engkau berkata sesuatu kepada temanmu, dan ia memercayainya, sedang engkau berdusta."
  2. Rasulullah Saw. bersabda, " Seorang hamba yang senantiasa berdusta akan ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta" 
  3. Rasulullah Saw. bersabda, " Seorang hamba yang berdusta sekali, malaikat menjauh darinya sejauh perjalanan satu mil, karena bau busu yang datang darinya."
    Ali bin Abi Thalib r.a berkata : "Kesalahan terbesar di sisi Allah adalah lisan yang suka berdusta. Sedangkan penyelasan yang paling buruk adalah penyesalan di Hari kiamat. Umar bin Khattab berkata : "..... yang paling kami cintai adalah yang paling jujur ucapannya dan paling besar sifat amanahnya."

Walaupun dalam perjalanannya Umi Kutsum berkata ," Aku tidak pernah mendengar Rasulullah Saw. memperbolehkan dusta, kecuali dalam tiga hal : 

  1. Berdusta dengan maksud mendamaikan pihak yang bertikai.
  2. Berdusta dalam peperangan.
  3. Berdusta kepada istri atau kepada suami (untuk membahagiakannya).
Jadi diluar dari 3 perkara ini maka tidak boleh berdusta. 

Wallahualam bis showab

Komentar

Posting Komentar